Kamis, 03 Desember 2009

FILSAFAT PENDIDIKAN <<<

Beberapa pandangan tentang konsep pendidikan:
1. Pendidikan sebagai manifestasi (education as manifestation).
Dengan analogi pertumbuhan bunga atau benih, dikatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses untuk menjadikan manifes (tampak aktual) apa-apa yang bersifat laten (tersembunyi) pada diri setiap anak.
2. Pendidikan sebagai akuisisi (education as acquisition)
Dengan analogi spon, pendidikan digambarkan sebagai upaya untuk mengembangkan kemampuan seseorang dalam memperoleh (menyerap) informasi dari lingkungannya.
3. Pendidikan sebagai transaksi (education as transaction)

Dengan analogi orang Eskimo di Baffin Bay yang “berinteraksi” (work together) dengan bebatuan yang ada di lingkungannya untuk membuat rumah batu (stone sculpture) yang secara organic sesuai dengan materialnya dan selaras dengan kemampuan pembuatnya. Pendidikan adalah proses memberi dan menerima (give and take) antara manusia dengan lingkungannya. Di sana seseorang mengembangkan atau menciptakan kemampuan yang diperlukan untuk memodifikasi atau meningkatkan kondisinya dan juga lingkungannya. Sebagaimana pula di sana dibentuk perilaku dan sikap-sikap yang akan membimbing pada upaya rekonstruksi manusia dan lingkungannya.

Filsafat dan pendidikan berjalan bergandengan tangan, saling memberi dan menerima. Mereka masing-masing adalah alat sekaligus akhir bagi yang lainnya. Mereka adalah proses dan juga produk.

1. Filsafat sebagi proses (philosophy as process)
Filsafat sebagai aktivitas berfilsafat (the activity of philosophizing). Tercakup di dalamnya adalah aspek-aspek:
a. analisis (the analytic), yakni berkaitan dengan aktivitas identifikasi dan pengujian asumsi-asumsi dan criteria-kriteria yang memandu perilaku.
b. evaluasi (the evaluative), berkaitan dengan aktivitas kritik dan penilaian tindakan.
c. spekulasi (the speculative), berhubungan dengan pelahiran nalar baru dari nalar yang ada sebelumnya.
d. integrasi (the integrative), yakni konstruksi untuk meletakkan bersama atau mempertautkan kriteria-kriteria atau pengetahuan atau tindakan yang sebelumnya terpisah menjadi utuh.
Jadi, proses filosofis itu membangun dinamika dalam perkembangan intelektual.

2. Filsafat sebagai produk (philosophy as product)
Produk dari aktivitas berfilsafat adalah pemahaman (understanding), yakni klarifikasi kata, ide, konsep, dan pengalaman yang semula membingungkan atau kabur sehingga bisa menjadi jernih dan dapat dimanfaatkan untuk pencarian pengetahuan lebih lanjut. Filsafat dengan “P” capital adalah suatu bangun pemikiran yang secara internal bersifat konsisten dan tersusun dari respon-respon yang dibuat terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam proses berfilsat. Pertama-tama, Filsafat memang tampak sebagai suatu jawaban, posisi sikap, konklusi, ringkasan akhir, dan juga rencana final. Merupakan terapan dari filsafat umum, maka selama membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat.

Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai.

Dalam filsafat terdapat berbagai mazhab/aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurnagnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri.

Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu
a. Filsafat pendidikan “progresif”
Didukung oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari Roousseau
b. Filsafat pendidikan “ Konservatif”.
Didasari oleh filsafat idealisme, realisme humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius.

Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme,dan sebagainya.
Bagaimanapun sempitnya pengertian pendidikan, namun masalah pendidikan merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan hidup dan kehidupan manusia. Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya, dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-ciri kemanusiaannya. Dan pendidikan formal disekolah hanyalah bagian kecil saja dari padanya, tapi merupakan inti dan tidak bisa lepas kaitannya dengan proses pendidikan secara keseluruhan. Bahkan pendidikan juga menghadapi persoalan-persoalan tidak mungkin di jawab dengan menggunakan analisa dan pemikiranyang mendalam yaitu analisa filsafat.

Contoh beberapa masalah kependidikan yang memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkan masalah :
“ Masalah kependidikan pertama dan yang mendasar adalah tentang apakah hakikat pendidikan itu. Mengapa pendidikan itu harus ada pada manusia dan merupakan hakikat hidup manusia. Dan apa pula hakikat manusia itu, dan bagaimana hubunganantara pendidikan dengan hidup dan kehidupan manusia.”

Problem-problem tersebut, merupakan sebagian dari contoh problematika pendidikan yang dalam pemecahannya memerlukan usaha pemikiran yang mendalam dan sistematis atau analisa filsafat, filsafat dalam memecahkan tersebut menggunakan pendekatan yang sesuai permasalahannya.
Ada 2 pendekatan fisafat pendidikan yaitu :
1. Menggunakan pendekatan tradisional. yang menggunakan untuk pemecahan problem hidup dan kehidupan manusia sepanjang perkembangannya.
2. Menggunakan pendekatan yang bersifat kritis. Digunakan untuk memecahkan problematika pendidikan masa kini.

Para pakar pendidikan mengemukakan pendapat mereka antara lain :
Dr.Yahya Qahar ia menyoroti dan memberikan pandangan tentang :
d. Nilai-nilai yang seharusnya menjadi dasar pendidikan dan pandangan hidup.
e. Pandangan tentang manusia yang dididik
f. Tujuan pendidikan
g. Disusun dan praktek pendidikan (teori pendidikan)
h. Badan pendidikan

Filsafat pendidikan sangat bermamfaat bagi pelaksanaan pendidikan, menurut Saifullah H.A (1983) : 140) mamfaat mempelajari filsafat adalah :
a. Memberikan kesempatan kepada setiap guru untuk membiasakan diri mengadakan perenungan mendalam atau berteori.
b. Membiasakan para pendidik atau guru agar mengutamakan berfikir kritis dan reflektif.
c. Memberikan kesempatan kepada guru untuk berusaha meninjau kembali pandangan dasar-dasar filsafat pendidikan.
d. Memberikan pengertian yang mendalam tentang problema esensial dan dasar-dasar pertimbangan mana yang harus digunakan dalam menyelesaikan problema pendidikan.

Berikut aliran-aliran dalam filsafat pendidikan:
1. Filsafat Pendidikan Idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali
2. Filsafat Pendidikan Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.
3. Filsafat Pendidikan Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach
4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.
5. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich
6. Filsafat Pendidikan Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff
7. Filsafat Pendidikan esensialisme Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.
8. Filsafat Pendidikan Perenialisme Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.
9. Filsafat Pendidikan rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini:Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.

Jadi, aliran filsafat yang pas dan sesuai dengan pendidikan yang mengarah pada kehidupan yang maju menurut pikiran saya yakni filsafat pendidikan progresivisme (berfokus pada siswanya). Tapi akan lebih baik lagi bila semua filsafat diatas bisa saling melengkapi.


Pustaka :

http://intl.feedfury.com/content/16333546-filsafat-pendidikan.html

http://dedihendriana.wordpress.com/category/filsafat-pendidikan/

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/teori-pendidikan-dan-filsafat-pendidikan


ADMINISTRASI PENDIDIKAN (#5) <<<

Peranan Guru dalam Administrasi Pendidikan

Tugas utama guru yaitu mengelola proses belajar-mengajar dalam suatu lingkungan tertentu, yaitu sekolah. Sekolah merupakan subsistem pendidikan nasional dan di samping sekolah, sistem pendidikan nasional itu juga mempunyai komponen-komponen lainnya. Guru harus memahami apa yang terjadi dilingkungan kerjanya.

Di sekolah guru berada dalam kegiatan administrasi sekolah, sekolah melaksanakan kegiatannya untuk menghasilkan lulusan yang jumlah serta mutunya telah ditetapkan. Dalam lingkup administrasi sekolah itu peranan guru amat penting. Dalam menetapkan kebijaksanaan dan melaksanakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pembiayaan dan penilaian kegiatan kurikulum, kesiswaan, sarana dan prasarana, personalia sekolah, keuangan dan hubungan sekolah-masyarakat, guru harus aktif memberikan sumbangan, baik pikiran maupun tenaganya. Administrasi sekolah adalah pekerjaan yang sifatnya kolaboratif, artinya pekerjaan yang didasarkan atas kerja sama, dan bukan bersifat individual. Oleh karena itu, semua personel sekolah termasuk guru harus terlibat.

Administrasi pendidikan sering diartikan sebagai proses pengembangan kegiatan kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yaitu untuk mencapai tujuan pendidikan. Proses pengendalian kegiatan kelompok berkenaan dengan kegiatan perencanaan (planning); pengaturan (organizing);menggerakkan (actua-ting);pengawasan (controlling) sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan.


daftar pustaka :

http://media.diknas.go.id/media/document/5704.pdf

http://uharsputra.wordpress.com/pendidikan/administrasi-pendidikan/

http://wowosk.com/artikel/admpendidikan.pdf

http://dromigo.blogspot.com/2008/12/administrasi-pendidikan-dalam-profesi.html

ADMINISTRASI PENDIDIKAN (#4) <<<

Strategi dan Pendekatan Administrasi Pendidikan

1. Organisasi Pendidikan Sebagai Sistem
Organisasi merupakan suatu pola kerjasama antara orang-orang yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Hal tersebut, sejalan dengan Richard L.Daft (1986:9) mengemukakan bahwa “Organizations are social entities that are goal-directed, deliberately structured activity systems with and identifiable boundary”.
Pengertian itu, merupakan inti dari organisasi, yang pada dasarnya dapat diidentifikasi ada empat elemen yakni;
  • Social Entities
Organisasi terdiri orang-orang dan kumpulan orang-orang, yang saling berinteraksi satu sama lainnya untuk melakukan fungsi-fungsi esensial dalam organisasi.
  • Goal Directed
Organisasi ada karena adanya tujuan. Anggota yang terkait berusaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, walaupun mungkin setiap anggota mempunyai tujuan yang berbeda dengan organisasi, dan mungkin pula memiliki tujuan, namun secara totalitas tujuan tersebut harus terpenuhi demi organisasi tanpa harus terganggu atau berhenti eksistensinya.
  • Deleberately Structures Activity System
Aktivitas dalam organisasi diperlukan pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan tugas-tugas. Tugas organisasi meliputi bagian-bagian dan merupakan rangkaian aktivitas yang terpisah. Pembagian tugas dimaksudkan untuk mencapai efisiensi dalam proses, hal itu melalui struktur yang ditandai dengan mekanisme koordinasi yang diarahkan pada kelompok dan bagian-bagian yang terpisah dalam organisasi.
  • Identifiable Boundary
Anggota organisasi normalnya memiliki komitmen atau kontrak untuk dikonstribusikan pada organisasi, yang konsekuensinya anggota mengharapkan imbalan berupa gaji atau upah, prestise serta kebutuhan lainnya.

Elemen-elemen tersebut, hakikatnya merupakan landasan pemahaman bagi pelaku dalam berperilaku secara konseptual di dalam suatu organisasi, termasuk dalam organisasi pendidikan.

Organisasi dipandang sebagai sistem, sebab merupakan serangkaian komponen yang saling terkait, dan membutuhkan masukan dari lingkungan untuk mentrasnferkan serta mengeluarkan hasil. Kebutuhan akan masukan dan keluaran merupakan realitas dari ketergantungan organisasi terhadap lingkungan. Masukan terhadap sistem organisasi mencakup perangkat lunak dan keras, selaras dengan perkembangan yang terjadinya pada lingkungan. Hal tersebut memberikan konsekuensi terhadap transformasi dalam sistem sesuai dengan tuntutan keluaran.


2. Strategi Sekolah
Hakikat dari strategik adalah cara berpikir manusia yang sistematis. Akhir-akhir ini cara berpikir tersebut, telah berkembang menjadi suatu landasan konseptual manajemen.
Kenneth Primozic (1991) menggolongkan berpikir manusia yakni “secara mekanik, intuisi dan strategik”. Cara berpikir tersebut, salah satunya yang kreatif dan dinamis selaras dengan perkembangan yang terjadi dalam suatu kondisi.

Agustinus SW (1996 : 4) menjelaskan bahwa karakteristik masalah strategik manyangkut, orientasi ke masa depan; berhubungan dengan unit-unit kegiatan yang kompleks; perhatian manajemen puncak; pengaruh jangka panjang; dan alokasi sumber-sumber daya. Dengan demikian berpikir strategik, berkenaan dengan banyak pilihan sebagai alternatif pemecahan masalah. Dalam pemecahan masalah diperlukan seperangkat kemampuan analisis yang tepat dan cermat untuk memperkecil tingkat kesalahan yang timbul di masa depan.


Rowe (1990) mengemukakan ada tiga langkah utama pendekatan strategis dalam konteks manajemen, meliputi; (1) strategic planning, sebagai dokumen formal, (2) strategic management, sebagai upaya untuk mengelola proses perubahan, dan (3) strategic thinking, sebagai kerangka dasar untuk menilai kebutuhan, merumuskan tujuan dan hasil-hasil yang ingin dicapai secara berkesinambungan.


Strategic planning merujuk pada adanya keterkaitan antara internal strengths dengan external needs. Dalam hal ini, strategi mengandung unsur analisis kebutuhan, proyeksi, peramalan, pertimbangan ekonomis dan finansial, serta analisis terhadap rencana tindakan yang lebih rinci.


Kerangka kerja strategic management yang dikemukakan Rowe (1990) terdiri atas empat komponen utama yaitu; stratgeic planning, organizational structure, strategic control, dan resource requirements. Lebih lanjut dikatakan bahwa strategic management merupakan suatu proses dalam mengelola keempat gugus komponen tersebut. Keempat gugus komponen yang harus dikelola tersebut, aktivitas kuncinya terletak pada strategic planning, sebab pada fase ini dilakukan analisis terhadap tantangan dan peluang eksternal, serta kekuatan dan kelemahan internal organisasi. Strategic management berfungsi untuk mengarah-kan operasi internal organisasi berupa alokasi sumber daya manusia, fisik dan keuangan, untuk mencapai interaksi optimal dengan lingkungan eksternalnya.


3. Efektivitas dan Efisiensi Sekolah
Efektivitas dan efisiensi merupakan indikator dari produktivitas. Efektivitas mengacu kepada pencapaian target secara kuantitas dan kualitas suatu sasaran program. Makin besar persentase target suatu program yang tercapai makin tinggi tingkat efektivitasnya.

Efektivitas berkaitan dengan kualitas, sedangkan efisiensi merupakan refleksi hubungan antara output dan input yang bersifat kuantitas. Efisiensi berkaitan dengan besarnya input untuk menghasilkan output dan besarnya tingkat pemborosan. Efektivitas merupakan refleksi kemampuan untuk mempengaruhi terjadinya suatu produk. Keefektivitan menunjukkan besarnya pengaruh terhadap suatu proses produksi.“Effectiveness=quantityxquality, and if either is zero there is no effectiveness”. (Holzer and Nagel, 1984). Jadi keefektivitan suatu usaha secara implisit mengandung makna kuantitas dan kualitas.


Achmad Sanusi (1988) dalam Sistem Manajemen Pendidikan di Indonesia efektivitas menekankan kepada relevansi dan adaptabilitas suatu keputusan dalam rencana dan program terhadap dinamika nilai-nilai dalam hubungan interpersonal pegawai serta lingkungan budayanya. Efisiensi diartikan sebagai bentuk upaya untuk mengukur dan menguji secara empiris hubungan antara input dan output. Dari sisi produk efisiensi terjadi apabila biaya yang dikeluarkan minimal dan mendatangkan keuntungan yang sepadan. Efisiensi menunjukkan secara tegas garis pembatas antara sejumlah biaya maksimum untuk membiayai beberapa input secara kuantitas dan proporsional sehingga menghasilkan sejumlah output menurut standar mutu yang telah ditetapkan.


Djam’an Satori (2000) mengemukakan sekolah efektif dalam perspektif manajemen, merupakan proses pemanfaatan seluruh sumber daya sekolah yang dilakukan melalui tindakan yang rasional dan sistematik (mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengarahan tindakan, dan pengendalian) untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Selanjutnya jika dilihat dalam perspektif ini, dimensi dan indikator sekolah efektif dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Layanan belajar bagi siswa
Dimensi ini mencakup seluruh kegiatan yang ditujukan untuk menciptakan mutu pengalaman belajar. Yang menjadi indikator mutu layanan adalah :
b. Mutu mengajar guru
Aspek ini merupakan refleksi dari kinerja profesional guru yang ditunjukan dalam penguasaan bahan ajar, metode dan teknik mengajar untuk mengembangkan interkasi dan suasana belajar mengajar yang menyenangkan, pemanfaatan fasilitas dan sumber belajar, melaksanakan evaluasi hasil belajar. Indikator mutu mengajar dapat pula dilihat dalam dokumen perencanaan mengajar, catatan khusus siswa bermasalah, program pengayaan, analisis tes hasil belajar, dan sistem informasi kemajuan/prestasi belajar siswa.
c. Kelancaran layanan belajar mengajar
Sesuai dengan jadwal layanan belajar mengajar merupakan “core bussiness” sekolah. Bagaimana kelancaran layanan tersebut, sesuai dengan jadwal yang telah disusun merupakan indikator penting kinerja manajemen sekolah efektif. Adanya gejala “kelas bebas” karena guru tidak masuk kelas atau para siswa tidak belajar disebabkan oleh interupsi rapat sekolah atau kegiatan lainnya, merupakan keadaan yang tidak boleh dianggap wajar.
d. Umpan balik yang diterima siswa
Siswa sepatutnya memperoleh umpan balik yang menyangkut mutu pekerjaannya, seperti hasil ulangan, ujian atau tugas-tugas yang telah dilakukannya.
e. Layanan keseharian guru terhadap siswa
Untuk kepentingan pengajaran atau hal lainnya, murid memerlukan menemui gurunya untuk berkonsultasi. Kesediaan guru untuk melayani konsultasi siswa sangat penting untuk mengatasi kesulitasn belajar. Kepuasan siswa terhadap layanan mengajar guru Siswa merupakan kastemer primer di sekolah, dan oleh karenanya mereka sepatutnya mendapatkan kepuasan atas setiap layanan yang ia terima di sekolah.
f. Kenyamanan ruang kelas
Ruang kelas yang baik memenuhi kriteria ventilasi, tata cahaya, kebersihan, kerapihan, dan keindahan akan membuat para penghuninya merasa nyaman dan aman berada di dalamnya.
g. Ketersediaan fasilitas belajar
Sekolah memiliki kewajiban menyediakan setiap fasilitas yang mendukung implementasi kurikulum, seperti laboratorium, perpustakaan fasilitas olah raga dan kesenian, dan fasilitas lainnya untuk pengembangan aspek-aspek kepribadian.
h. Kesempatan siswa menggunakan berbagai fasilitas sekolah
Sesungguhnya sekolah diartikan untuk melayani para siswa yang belajar dan oleh karenanya para siswa hendak diperlukan sebagai pihak yang harus menikmati penggunaan setiap fasilitas yang tersedia di sekolah, seperti fasilitas olah raga, kesenian dalam segala bentuknya,ruang serba guna, kafteria, mushola, laboratorium, perpustakaan, komputer, internet dan lain sebagainya.
i. Pengelolaan dan layanan siswa
Seperti telah diungkapkan terdahulu, siswa adalah kastemer primer layanan pendidikan. Sebagai kastemer, para siswa sepatutnya memperoleh kepuasan. Kepuasan tersebut menyangkut;(1) mutu layanan yang berkaitan dengan kegiatan belajarnya, (2) mutu layanan dalam menjalani tugas-tugas perkembangan pribadinya, sehingga mereka lebih memahami realitas dirinya dan dapat mengatasi sendiri persoalan-persoalan yang dihadapinya, dan (3) pemenuhan kebutuhan kemanusia- annya (dari kebutuhan dasar, rasa aman, penghargaan, pengakuan dan aktualisasi diri). Untuk menjamin layanan tersebut, sekolah yang efektif akan menyediakan layanan bimbingan konseling dan sistem informasi yang menunjang. Demikian pula layanan untuk mememuhi bakat dan minat anak dalam bentuk pengembangan program-program extra kurikuler mendapat perhatian yang berarti. Dalam kondisi seperti disebutkan, sekolah yang efektif memiliki siswa yang disiplin dengan motivasi belajar yang tinggi.
j. Sarana dan prasarana sekolah
Sarana dan prasarana atau disebut sebagai fasilitas sekolah mencakup, gedung, lahan dan peralatan pelajaran. Aspek penting dari gedung tersebut adalah kualitas fisik dan kenyamanan ruang kelas di mana “core bussiness” pendidikan di sekolah diselenggarakan. Aspek lain dari gedung adalah kualitas fisik dan kenyamanan ruang manajemen (ruang kerja kepala sekolah dan layanan administratif),ruang kerja guru, ruang kebersamaan (common room), dan fasilitas gedung lainnya seperti kafetaria, toilet, dan ruang pentas. Lahan sekolah yang baik ditata sedemikian rupa sehingga menciptakan kenyamanan bagi penghuninya. Sekolah yang efektif seperti buku-buku pelajaran dan sumber belajar lainnya yang relevan, alat-alat pelajaran dan peraga yang mendukung kurikulum sekolah sangat diperhatikan. Seluruhnya peralatan pengajaran tersebut, digunakan secara optimal sesuai dengan
k. Program dan pembiayaan
Sekolah yang efektif memiliki perencanaan stratejik dan tahunan yang dipatuhi dan diketahui oleh masyarakat sekolah. Kepemilikan perencanaan stratejik sekolah membantu mengarahkan dinamika orientasi sekolah yang dimbimbing visi, misi, kejelasan prioritas program, sasaran dan indikator keberhasilannya. Perencanaan tahunan merupakan penjabaran dari perencanaan stratejik yang berisi program-program berisi program-program operasional sekolah. Program-program tersebut, didukung oleh pembiayaan yang memadai dengan sumber-sumber anggaran yang andal dan permanen. Kebijakan dan keputusan yang menyangkut pengembangan sekolah tersebut dilakukan dengan memperhatikan partisipatif staf dan anggota masyarakat sekolah (dewan/komite sekolah).Dalam kondisi seperti itu akontabilitas kelembagaan sekolah, baik yang dilakukan melalui“self-assessment/ internal monitoring, maupun melalui “external evaluation” akan berkembang secara sehat karena semua fihak yang berkepentingan (stakeholder) mendapat tempatnya dalam setiap aspek pengembangan sekolah.
l. Partisipasi masyarakat
Di samping memberdayakan secara optimal staf yang dimilikinya, sekolah yang efektif akan menaruh perhatian yang sungguh-sungguh pula terhadap pemberdayaan masyarakat sekolah. Hal itu akan diwujudkan dengan cara menyediakan wadah yang memungkinkan mereka, yaitu fihak-fihak yang berkepentingan, ikut terlibat dalam memikirkan, membahas, membuat keputusan, dan mengontrol pelaksanaan sekolah. Wadah seperti itu, dalam penyelenggaraan sekolah-sekolah di Australia dikenal sebagai “school council”, yang di Indonesia diusulkan komite sekolah, orang tua murid, anggota masyarakat setempat (seperti tokoh agama, pengusaha, petani sukses, cendikiawan, politikus, dan sejenisnya), dan refresentatif staf dari Depdiknas setempat.
m. Budaya sekolah
Budaya sekolah merupakan tatanan nilai, kebiasaan, kesepakatan-kesepakatan yang direfleksikan dalam tingkah laku keseharian, baik perorangan maupun kelompok. Budaya sekolah dapat diartikan sebagai respon psikologis penghuni sekolah terhadap peristiwa kehidupan keseharian yang terjadi di sekolah. Budaya sekolah akan berpengaruh terhadap pencapaian misi sekolah apabila melahirkan respon psikologis yang positif dan menyenangkan bagi sebagian besar atau seluruh penghuni sekolah. Sebaliknya, budaya sekolah bersifat destruktif apabila melahirkan respon yang negatif atau kurang menyenangkan bagi sebagian besar atau seluruh penghuni sekolah. Budaya sekolah dalam pengertian ini sering diartikan sama dengan iklim sekolah, yaitu suasana kehidupan keseharian yang berlangsung di sekolah yang memberi pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap respon psikologis para penghuninya.

Uraian tersebut, memperkuat pemahaman bahwa sekolah sebagai institusi yang mempersiapkan sumber daya manusia unggul sudah selayaknya mempunyai kekuatan-kekuatan yang didukung indikator yang terukur termasuk masalah efektivitas. Efektivitas organisasi termasuk lembaga pendidikan, sangat erat kaitannya dengan kinerja organisasi itu sendiri, yang dibangun oleh kekuatan personil, kelompok dan organisasi secara totalitas.